Senin, 13 Agustus 2012

Masa Bekerja

Operator Radio Panggil (Pager) STARKO

Saya memang punya keinginan untuk bisa kuliah. Sewaktu lulus dari SMEA dulu orang tua sudah tidak mampu membiayai lagi. Saat sekolah pun dari SMP sampai SMEA untuk mencari biaya sekolah, orang tua terutama Ibu memutar otak dan berjuang demi kakak, saya dan adik-adik agar bisa sekolah. Alhamdulillah kakak, saya dan adik saya bisa sekolah walau hanya sampai SMEA. Kalau adik saya yang dua orang lagi hanya sampai SMP. 

Sebelum bisa kuliah terlebih dulu saya bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi, yaitu STARKO (Stasiun Radio Komunikasi) dengan nama perusahaannya PT.Motorollain Corp. berlokasi di Jl.Moh.Mansyur No.49-51 Jembatan Lima. Perusahaan yang mempunyai gedung setinggi 5 lantai ini merupakan pelopor Radio Panggil atau Pager di Indonesia. Awalnya perusahaan ini menyewa gedung di Bunderan HI yaitu gedung Wisma Nusantara. Pada tahun 1976 baru pindah ke gedung milik sendiri di Jl.Moh.Mansyur tersebut yang sudah dilengkapi dengan Pemancar setinggi 108 meter. 

Saya bisa diterima bekerja di perusahaan ini berkat jasa dari tante di Bagian Akunting. Saat itu tante mungkin tidak tega melihat saya yang baru lulus dan bekerja di proyek ikut bapak, karena bapak hanya buruh bangunan. Sempat ikut di proyek selama 2 Minggu, 1 Minggu di Tangerang membangun sebuah pabrik dan 1 Minggu berikutnya di Lebak Bulus membersihkan besi-besi gorden untuk tulang tiang beton. Saat di proyek baru itu saya tidak kuat dengan kondisi tempat untuk menginap saat malam, karena harus tidur di atas besi-besi, dimana saat malam tiba sudah pasti betapa dinginnya besi-besi itu, dan saya adalah orang baru ikut bekerja di proyek.

Setelah menitipkan lamaran kepada tante beberapa hari kemudian ada panggilan untuk interview dan psycotest. Saya pun pada hari yang ditentukan mendatangi tempat interview di Jl.Moh. Mansyur, sedangkan tempat psycotest di daerah Kampung Melayu. Inilah pertama kali saya mengenal psycotest dan saat melihat soal yang lebih dari 2 lembar sedikit ada keraguan bisa lulus apa tidak. Tapi begitu membaca isi soal-soal yang ada, ternyata tidak begitu sulit untuk menjawabnya. Ada soal pilihan, isilah dan menggambar. Psycotest ini berlangsung 2 hari. 

Kemudian pada 1 Minggu kemudian ada panggilan interview terakhir. Saat datang ke kantor STARKO tersebut untuk menghadap Personalia, disana sudah banyak teman-teman yang satu group / liftingan dengan saya duduk di kursi yang sudah disediakan, sambil menunggu giliran dipanggil interview. Akhirnya giliran saya dipanggil untuk interview, saat Personalia-Ibu Vernoica Indrawati bertanya, "Kamu melamar disini ada yang kenal atau tidak?", saya pun menjawab sesuai yang dipesankan oleh tante, "Tidak. Tidak ada yang saya kenal. Saya dapat informasi dari teman". Kemudian Personalia bertanya lagi, "Kamu mau traingin kapan, bareng dengan teman kamu atau nanti". Saya jawab, "Bareng saja bu". Saya berfikir kalau nanti tidak ada teman barengannya. "Ya sudah berarti kamu tgl.2 Desember 1991 nanti ya. Datang jam 8.00 jangan terlambat". Sayapun menjawab,"Baik bu, terimakasih".

Kalau saya ingat-ingat tiap penerimaan karyawan baru, yang dipanggil pasti jumlahnya tidak kurang dan lebih dari 10 - 11 orang. Sayapun berjumlah 10 orang saat itu yang satu group training dan psycotest. Nama-nama yang saya ingat yaitu : Sunardi, Herni Sofyati, Sri Hadiyana, Acep Ahdi, Acong, Dewi Melati, Imas Ilyas, Sutris Suryani, Acip Sucipto dan Supriyono. Saya mendapat NIK : 910886.

Teknologi saat itu masih menggunakan sistem suara belum ada digital dan hanphone belum booming di Indonesia. Kamipun ditraining dimulai dengan berlatih membaca lembaran kertas yang berisi tulisan pesan dari penelpon untuk dikirim via pager tujuan. Orang yang dianggap paling senior untuk training bidang membaca pesan yaitu Kak Lenny Gerung, asal Manado, dengan gaya membaca yang khas. Kami berlatih membaca sebelum mulai praktek di satu ruangan tempat operator membaca pesan yang disebut Incoder, terdapat 6 ruangan. Ada orang yang bertugas mendistribusikan lembaran pesan tersebut ke ruang Incoder tersebut, terlebih dahulu dicek di Incoder mana yang lembaran pesannya sudah selesai.

Saat group saya ikut training itulah mulai ada perubahan sistem, yang tadinya 1 meja operator hanya ada 1 telepon, kemudian ditambah dengan adanya komputer Dumb Terminal. Fungsi dari dumb terminal adalah untuk menginput pesan yang dikirim oleh penelpon dan mengirimkannya setelah mengkonfirmasi ulang pesan, apakah pesannya sudah betul atau belum. Dumb Terminal tidak berfungsi seperti halnya PC tapi hanya input dan kirim. Bagi saya dengan adanya dumb terminal ini menjadi lebih mudah, karena saat sekolah di SMEA sudah digembleng mengetik dengan Blind System dan sepuluh jari. Latihan mengetik di SMEA dengan cara mata ditutup kain dan hanya jari yang menari di atas tuts mesin tik, belum ada komputer saat sekolah.

Sistem kerja di sini sesuai dengan bidangnya yang melayani umum maka menggunakan Sistem Shift karena operasionalnya selama 24 jam, dibagi menjadi 3 Shift, yaitu Shift I (Pagi) dari jam 7.00-15.00  lebih mayoritas operator wanita. Shift II (Sore) dari jam 15.00 - 23.00 lebih banyak operator wanita. Sedangkan Shift III (malam) dari jam 23.00 - 7.00 khusus operator pria. Saat semakin banyak operator maka ditambah Shift nya yaitu jam 9.00 - 17.00, bahkan ditambah lagi Shift jam 11.00-21.00. Namun shift terakhir ini akhirnya dihapus karena ada musibah yang menimpa salah satu operator pria yang ditodong saat pulang kerja, saat itu operator Haryadi sedang menunggu mobil di Tanah Abang, ada pria yang memaksa minta uang. Penodong itu marah karena tidak dikasih duit yang dia minta, maka akhirnya menusuk perut Haryadi. Alhamdulillah tidak terlalu dalam dan tidak mengenai organ dalam tubuhnya, dan setelah dirawat di rumah sakit sembuh seperti semula.

Saat bisnis radio panggil berkembang menjadi digital banyak perusahaan baru tumbuh bak jamur dimusim hujan tiba. Ada Easy Call, Starpage, Globalpage, Indolink, Nusapage dan Nusalink. Persainganpun terjadi diantara perusahaan jasa komunikasi pager ini, mulai dari harga jual sampai service customer. Namun secara brand atau merek Starko lebih terkenal karena memang pelopor radio panggil di Indonesia, maka pelanggannya pun lebih banyak daripada kompetiter yang baru ada. Ekspansinya pun lebih luas karena di seluruh kota besar di Indonesia didirikan kantor cabangnya, apalagi di Jakarta kantor cabang ada di seluruh pelosok.

Bahkan ada operator yang diperbantukan ke cabang-cabang di Jakarta sesuai kebutuhan dan juga karena terlalu menumpuknya operator. Saat penerimaan pegawai baru memang bagaikan membeli kacang goreng, tiap bulan 10 orang karyawan baru pasti ada yang ditraining. Seragam untuk bekerja tiap tahun mendapat jatah 3 stel, warnanya berubah tiap tahun.


Sejarah Sekolah

Madrasah Ibtidaiyah Negeri, SMP Negeri dan SMEA Negeri 16

Dulu saya tidak didaftarkan di Sekolah Dasar oleh orang tua saya, terutama Ibu, beliau mendaftarkan ke Madrasah Ibtidaiyah dengan harapan anaknya bisa belajar Ilmu Agama Islam lebih mendalam lagi, sayapun didaftarkan di Sekoah Madrasah Sore. Kalau pagi saya sekolah madrasah yang pelajarannya tidak ful tentang Agama Islam tapi ada pelajaran umumnya (PMP dan lainnya). Sedangkan madrasah sore pelajarannya khusus tentang Agama Islam, antara lain : Sejarah Islam, Ibadah Syariah, Thoharoh, Tajwid dan yang lainnya.

Sungguh masa-masa yang penuh keceriaan saat sekolah madrasah, baik pagi ataupun sorenya. Teman kelas sekolah madrasah pagi, ada yang bareng sekolah madrasah sore, tapi lebih sedikit yang ikut sekolah madrasah sore. Sekolah madrasah pagi alhamdulillah sampai lulus Kelas VI dengan nilai yang memuaskan, karena saya bisa masuk SMP Negeri hanya dengan modal NEM, sedangkan teman ada yang dibantu dengan "uang sogok". Sekolah Madrasah tempat dulu sekolah sejarah menjadi negeri saya tidak tahu persis, tapi pas melihat Raport dan Ijazah ada embel-embel negerinya.

Saat sekolah madrasah pagi dulu pernah mendapat beasiswa, saya dan Siti Maesaroh, saat itu Kepala Sekolah mengajak ke Kota Cirebon dan sampai di suatu gedung cukup luas. Sebelum masuk ke gedung kami diajak makan di sebuah rumah makan, entah apa namanya, warteg atau warung padang. Yang jelas kami disuruh milih menu yang begitu banyak, terus terang saat itu bingung milih yang mana, sebab baru pertama kali diajak makan di warung makan. Pilih ayam apa telor atau tahu-tempe. Lalu saya tanya teman, kata dia terserah. Sayapun memilih salah satu menu, tapi lupa apa. Setelah Kepala Sekolah selesai dengan makannya dan mengajak kami masuk ke gedung. Di dalam gedung sudah dipenuhi para undangan. Setelah menanti beberapa lama, nama kami dan asal sekolahpun dipanggil, diwakili Kepala Sekolah untuk menerima sebuah amplop putih. Kami tidak tahu berapa jumlah uang yang ada di dalamnya, tapi seingat pendengaran saat itu adalah sekitar Rp.150.000/Rp.100.000-an.

Setelah selesai acara tersebut kamipun pulang, sesampai di desa kami berpisah dengan Kepala Sekolah. Saya dan teman saya kebetulan searah, dan kamipun berjalan beriringan, begitu sampai di gang arah kerumah kamipun berpisah, saya belok dan teman saya lurus meneruskan perjalanannya. Sampai sekarangpun saya tidak tahu persis dimana letak gedung dan nama jalannya. Maklum saat itu saya tidak pernah diajak jalan ke kota. Begitu sampai dirumah sayapun disambut Ibu dengan wajah ceria. Ibupun bertanya : "Gimana anakku tadi disana?" Sayapun menjawab:"Alhamdulillah lancar, bu". Ibu menawarkan makan, tapi saya jawab sudah tadi disana makan. Lalu sayapun cerita saat bingung milih menu makan, Ibu hanya tersenyum. Keesokan harinya Ibu memberitahu bahwa tadi dianterin amplop yang isinya uang dari sekolahan, uang beasiswa, entah berapa persis jumlahnya.

 Ada kejadian menghebohkan di kelas, saat sedang serius belajar. Tiba-tiba saya mencium bau yang menyengat. Lalu saya pun berkomentar, "Bau apa nih?" Teman ada yang jawab, "Bau kentut nih". Sayapun membalas, "Bukan... bukan kentut, ini mah bau 'ee'...". Saat menengok ke arah kiri, disitu teman saya yang badannya bongsor, si Jalil, namanya, dia tampak berkeringat dan salah tingkah. Kebetulan dia duduk sendirian. Kemudian saya lihat ke bawah bangkunya, terlihat basah dan sayapun mencium bau lagi. Lalu saya menunjuk dia, "Kamu ... 'ee' ya..!" Pak gurupun mendekatinya, dan kami disuruh keluar untuk ramai-ramai mengepel kelas, kemudian si Jalil tersebut disuruh keluar untuk membersihkan diri. Kebetulan di depan sekolahan ada taman Balai Desa yang ada air mancurnya, dan si Jalil pun berendam disitu membersihkan diri. Teman-teman kelas mengolok-olok dia. Teman lainnya dan orang lain pun menengok ke arah ramainya sorak sorai teman.

Sayapun pernah mengalami yang orang bilang cinta monyet. Ada teman, Siti Maesaroh, yang cantik berambut panjang dan berkulit putih. Diam-diam saya menyukai dia dan tanpa sadar ada teman yang memergoki rasa suka saya terhadap dia. Saya pun sering diolok-olok. Kadang saya sengaja main ke daerah rumah si Siti Maesaroh di Blok Kidul (kami menyebutnya) dan kebetulan juga sebagian besar teman sekelas lokasi rumahnya sekitar situ. Kami sering berlatih bola di tanah lapang dipinggir pemakaman dekat situ, ada pohon tinggi besar 2 buah yang berbuah berwarna hijau dan rasanya agak asam, namun orang-orang suka dengan rasanya dan bahkan mereka berebutan memetiknya, termasuk saya. Tidak tahu persis nama secara pasti buah tersebut.

Teman-teman sekelas di madrasah dulu rata-rata sudah menikah dan mempunyai momongan lebih dulu daripada saya saat saya pergi merantau ke Jakarta. Maklumlah mereka kan tidak kemana-mana dan ada bagusnya untuk menghindari terjadinya hubungan seks sebelum waktunya.

Saat masih tinggal di desa dulu saya punya langganan tukang potong rambut, seorang yang bernama Ibu Carmi, dia adalah Ibu dari teman sekelas yang kakak-adik. Beliaulah tukang potong rambut yang setia memangkas rambut kalau sudah mulai gondrong ini, sampai masa Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA Negeri), kalau sekarang disebut SMK. Padahal ada tukang potong rambut seorang Bapak, tapi entah kenapa saya lebih memilih Ibu Carmi tersebut dengan potongan rambut yang tidak pernah berubah sampai sekarang. 

Ketika ada pengumuman perubahan sistem memasuki ke jenjang Sekolah Menegah Pertama, yang sebelumnya dengan sistem ikut test, berubah menjadi dengan sistem Nilai Ebta Murni (NEM). Itu saat pertama kalinya sistem diberlakukan dan sempat menjadi deg deg plas, ada rasa takut gagal mendapat nilai yang disyaratkan untuk masuk ke SMP. Tapi Alhamdulillah walau nilai NEM hanya 24 koma sekian, saya bisa lulus masuk SMP Negeri Karang Sembung, dimana orang-orang sangat menginginkan bisa masuk di sekolah negeri.

Saat masuk sekolah SMP tersebut mulai merasakan perjuangan dalam hal ongkos sekolah, karena jarak dari rumah ke sekolahan ada sekitar 4-5km. Orang tua hanya bisa membekali Rp.100,- dan saya pun memutar otak bagaimana dengan bekal seadanya itu. Jika berangkat naik dokar / delman / andong atau tidak ada tebengan, maka siap-siap pulang sekolah nanti mencari tumpangan / tebengan, jik tidak ada maka siap dengan jalan terakhir yaitu jalan kali dari sekolahan yang berjarak 4-5km menuju rumah. Alhamdulillah saya bukan orang yang manja dan tidak pernah terpikir atau mengeluh dengan perjuangan seperti ini. Pokoknya yang penting uang SPP sekolah bisa dibayar, masalah ongkos sekolah apalagi uang jajan tidak pernah ada protes kepada orang tua. 

Selama sekolah dulu tidak pernah kenal yang namanya sarapan, saat berangkat sekolah tidak pernah terpikir masalah uang jajan. Ketemu nasi hanya saat sampai kembali pulang kerumah. Namun namanya perut kadang tidak bisa dibohongi, lapar ya lapar. Kadang teman ada yang berbaik hati mau membagi uang jajan atau menawari beli jajanan. Pernah satu kali saya melakukan kecurangan saat ikut jajan dikantin sekolah, istilahnya yang terkenal adalah DarMaJi (dahar 5 ngaku 1 = makan 5 ngaku satu). Sampai sekarang saya masih teringat dosa kecurangan itu. Entah masih ada apa tidak si mamang yang jualan jajanan di SMP itu.

Ada teman yang baik hati, dia bendahara kelas, saat kelas II SMP bernama Dede. Dia dari keluarga China yang tinggal di daerah Sindang Laut, sebelah Barat-Utara dari sekolahan. Dia yang memegang catatan uang koran Pikiran Rakyat, entah kenapa Guru Bahasa Indonesia mewajibkan kami membeli koran itu. Pernah saat saya punya tagihan uang koran, entah berapa kali belum saya bayar, dibayar oleh si Dede itu. Sungguh berterimakasih saya saat itu kepada dia dan sungguh baik dia. Semoga dia sukses dalam hidupnya.

Saat kelas I SMP pun saya punya cerita cinta terpendam. Saat dikenalkan dengan seorang teman bernama Ade Kurniawati beralamat di Desa Curug, anak seorang Bos Es Batu balokan. Sampai sekarang ternyata es balokan tetap laku. Pulang pergi sekolah saya melewati rumah dimana dia tinggal, bahkan kadang teman saya suka mengajaknya main ke rumah teman, si Dedi, yang kebetulan bersebelahan dengan rumah si Ade itu. Tapi ada hal yang tidak saya sadari saat itu, entah karena saya ada rasa suka sama si Ade, sering saya disuruh membawa tasnya dia. Bahkan ada teman yang berkomentar, "Ih kamu kok mau aza disuruh bawa tasnya dia". Saat itu saya tidak pernah berfikir yang lain, yang ada hanya berfikir demi si dia yang aku suka (prett). Saking sukanya sama dia, akhirnya saya membuat prasasti di radio dirumah, saya buat tulis nama Ade Kurniawati di radio itu. Mungkin Ibu dan kakak tidak ada yang tahu hal ini saat itu, karena tulisan itu dibuat di depan bagian radio berbahan alumunium yang berpori, jadi tidak akan ada yang menyadarinya. Radionya bermerek Telesonic, entah kemana itu radio sekarang.

Sayapun punya idola baru saat memasuki kelas II, dia adalah anaknya Kepala Sekolah, bernama Yusi. Dia berambut keribu, kulit putih bersih dan selalu didampingi temannya, bernama Imas. Entah kapan mulai saya suka sama dia. Suatu saat saya pernah membuat satu tulisan di papan tulis di kelas, yang isinya tentang dia dan teman cowoknya (Ketua Kelas). Mungkin karena rasa cemburu yang tidak jelas yang dirasa dalam hati ini. Akhirnya mereka tahu siapa yang menulis karena ada yang memergoki saat saya menulisnya. Maka kepada cowok-cowok jangan pernah memendam rasa suka tanpa pernah menungkapkan kepada yang bersangkutan. Ungkapkanlah dan tunjukkan bahwa cowok adalah benar-benar jantan, tidak pengecut.

Saat memasuki Kelas III, sayapun mempunyai teman yang berbeda lagi, karena tiap naik kelas pasti teman-temannya akan berganti dan kelas pun pindah-pindah. Saat kelas III saya dipertemukan kembali dengan Ade Kurniawati tapi beda kelas, bersebelahan, saya kelas B dia kelas A. Saat itu ternyata dia sudah punya pacar, yaitu Ketua Kelas waktu di kelas II si Hendri yang berpostur tinggi, berambut hitam ikal dan berkumis, dan lebih ganteng dari saya... hehehehehe. Suatu saat saya tidak sengaja ikut ngumpul ketika mereka ngumpul dengan teman-temannya. Sayapun ikut berdiri didekat jendela di kelas mereka dan bersebelahan dengan si Ade, kami pun bertatapan dan tanpa disadari hal ini diperhatikan oleh si Hendri. Sayapun menyadari hal itu dan tanpa menunda-nunda langsung pamitan masuk kelas. Kabar terakhir mereka menikah dan sudah punya momongan. Alhamdulillah.

Akhirnya saat ujian ahirpun tiba, kembali ada perasaan deg deg plas takut nilai NEM nya tidak bagus. Hari pertama dilewati, hari kedua dilewati dan akhirnya hari terahkir dilewati. Kemudian kamipun menunggu hasil pengumuman. Saat mengecek hasil pengumuman sedikit ada keraguan lulus atau tidak. Namun saat melihat daftar nama, Alhamdulillah ada namanya dan lulus. Saat pembagian amplop yang berisi NEM, hati ini berasa tidak karuan, tapi dengan Bismillah... dibuka... ternyata nilainya 37 koma sekian. Alhamdulillah. Selanjutnya mencari informasi sekolahan yang kira-kira bisa menerima dengan NEM 37 itu. Sayapun mencoba daftar di SMEA Negeri yang berdasarkan informasi bisa menerima dengan nilai sejumlah itu. Saat pengumuman penerimaan di SMEA pun tiba, dan ternyata diterima.... Alhamdulillah. Sayapun diterima di SMEA Kelas Akuntansi I.

Sudah menjadi keharusan kalau tiap sekolah saat penerimaan murid baru diadakan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalam Pancasila). Sayapun mengikutinya selama 1 Minggu dengan berseragam asal sekolah lengkap. Jika ada yang tidak lengkap, badge atau emblem dan yang lainnya, maka kami akan kena sanksi atau hukuman. Pernah satu kali saat baju seragam kotor dan tidak ada gantinya, saya memakai baju putih berlengan panjang. Saya dan dengan teman lainnya disidang. Sempat ada perasaan bakal tidak diterima di SMEA tersebut. Tapi saat ahir P4, Hari Senin, kami megadakan apel bendera. Saat diumumkan The Best 10 siswa pilihan, nama saya disebut, betapa kagetnya dan gembira hati ini, sayapun maju tampil berbaris dengan teman lainnya yang sudah dipanggil terlebih dulu. Urutan saat itu saya dipanggil diurutan 7 The Best 10. Bangga juga saat itu.


Jumat, 10 Agustus 2012

Sejarah Kelahiran

Masa Kecilku 

Saya lahir pada Bulan Agustus tahun 1971, anak kedua dari 5 (lima) bersaudara. Kakak saya adalah perempuan yang lahir tahun 1969. Adik saya ada 3 (tiga), yang pertama adalah cowok dilahirkan tahun 1975, kedua juga cowok yang lahir tahun 1986, dan adik ketiga adalah cewek yang lahir tahun 1988 (kali, agak lupa).

Saat kecil dan masih sekolah tinggal di desa (kampung). Masa kecilku penuh keceriaan seperti halnya anak-anak kecil lainnya. Permainan yang dikuasai adalah main kelereng, layang-layang, dan sepak bola. Untuk alat permainan saya termasuk anak yang tidak manja, selalu memahami keadaan orang tua saat itu. Jika butuh alat permainan kadang saya berusaha sebisa mungkin untuk membuat sendiri, kecuali kelereng harus beli atau minta kepada teman. 

Kalau sudah musim panas, saat itulah tepat untuk bermain layang-layang dan biasanya didekat rumah, cari halaman agak lapang dan kadang juga pergi ke sawah. Hal paling seru dari bermain layang-layang adalah saat mengadu dengan orang lain atau mengejar layag-layang yang putus. Pernah saat mengadu layang-layang, waktu itu saya tidak punya benang gelasan. Hanya dengan modal benang kenur saya mengadu, pada seru saling tarik benang tidak ada yang putus, kebetulan layang-layang lawan ketarik oleh layang-layang saya. Saat itu saya  terlintas pikiran curang, maka saya putus layang-layang lawan dan diumpetin. Kadang juga saya hanya memegangi kaleng benang teman, saat tidak punya layang-layang. Pernah satu saat sedang memegangi kaleng benang teman dan sedang seru-serunya mengadu layang-layang. Saat itu posisi teman berdiri di tembok pinggir jalan raya dan saya berdiri tepat dibawahnya sibuk menggulung dan mengulur benang, secara reflek dan tidak sengaja teman menendang ke belakang... bug ! Perut saya pun ketendang ( aduh.... ! dalam hati ). Teman tanya "Sakit ya? dan saya jawab "Tidak!".  Kadang saya juga ikut mengejar layang-layang yang putus. Satu saat ada layang-layag putus dan terbang mengarah ke kolam tempat mandi, menyangkut di pohon pinggiran kolam. Sayapun langsung naik seperti kucing, namun setelah dekat dengan layang-layang, saya malah nengok ke teman sebelah yang ikut naik dan berhenti. Akhirnya teman yang berhasil memegang layang-layang tersebut. Kecewa juga saat itu, kenapa tidak langsung mengambilnya. Banyak hal dan kejadian menyenangkan, menyakitkan dan mengecewakan lainnya saat bermain layang-layang.

Bermain sepak bola juga sangat disukai, hampir tiap pulang sekolah selalu bermain bola. Lapangan sepak bola yang ada, yang resmi, memang cukup jauh dari rumah. Saya bermain sepak bola biasanya di tanah kebon bambu yang cukup luas di sebelah Utara, Desa Susukan Tonggoh di daerah yang bernama Cangkowek. Disitu tempat bermain yang cukup antri, karena biasanya dari Desa Susukan Tonggoh Sendiri yang dekat dari situ datang bermain sepak bola juga. Termasuk saya dan teman datang bermain disitu. Kadang kami mengadakan tanding, sparing partner, baik yang Team Anak-anak atau Team Dewasanya. Biasanya pulang dari bermain sepak bola suka mampir ke sumur untuk minum, dari satu ember timba itu kami minum gantian atau sekalian mengguyung kepala biar segar. Betapa bening dan nikmat air yang ada saat itu, berbeda dengan sekarang sudah tidak ada lagi air sumur yang bisa langsung diminum. Sungguh merubah segalanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan zaman ini, karena tidak hanya di kota yang merasakan akibatnya, tapi di desa juga ikut merasakan dampak yang merugikan kehidupan.

Lapangan sepak bola yang ada cukup jauh dari rumah. Walaupun demikian, sayapun akhirnya merasakan bermain di sana saat diajak latihan oleh teman, namun apa yang terjadi, kaki saya terinjak oleh teman yang pakai sepatu bola. Betapa sakitnya terasa kaki ini, sayapun berfikir bagaimana kalau saya cacat tidak bisa jalan normal dan tidak bisa bermain sepak bola lagi. Saat itu kaki terlihat bengkak dan terasa sangat sakit saat mencoba untuk berjalan. Pernah juga saat berlatih jadi penjaga gawang, jari tempol tangan kanan terkena bola menjadi bengkak, karena salah tangkap. 

Sesekali desa saya mengadakan pertandingan persahabatan sepak bola dengan desa sekitar atau desa yang jauh. Mungkin perkelahian dalam pertandingan sepak bola sudah terjadi sejak zaman dulu, karena saat desa saya mengadakan pertandingan persahabatan pun terjadi keributan. Saat itu ada pemain dari desa saya jatuh dan mau diinjak dadanya oleh lawan, entah apa yang terjadi sebelumnya, dan akhirnya terjadilah keributan yang hampir menjurus perkelahian massal.

Lapangan sepak bola didesa itu pernah menjadi tempat mendaratnya helikopter, saat itu ada kunjungan dari Gubernur Jawa Barat. Betapa hebohnya saat itu karena yang namanya penduduk desa jarang melihat helikopter atau pesawat terbang dari dekat. Penduduk berkumpul dipinggiran lapangan sepak bola menunggu Bapak Gubernur datang dengan helikopternya, termasuk saya ikut hadir. Tapi moment yang paling menggemberikan kami, warga desa, adalah saat ada pemutaran film layar tancap di lapangan sepak bola. Biasanya beberapa bulan sekali ada satu produk yang mempromosikannya dengan mengadakan nonton bareng layar tancap disana. Film yang paling sering diputar adalah film H.Rhoma Irama, si Pitung, si Ayub, Barry Prima, Malam Jum'at Kliwon, dan yang lainnya. Penduduk berbondong dari desa sekitar juga ikut hadir, juga ikut diramaikan oleh para penjaga makanan dan mainan (saat itulah dagangan mereka laku habis).

Bermain kelereng atau gundu adalah saya sangat sukai juga. Kadang teman ada yang menolak kalau saya ikut bermain, karena mereka takut kalah. Entah gimana saya punya feeling dan keyakinan kuat bisa mengenai kelereng teman dimanapun dan dengan posisi bagaimanapun. Kadang juga saya hanya menjadi penonton saja saat tidak punya modal kelereng.

Saat masih SD saat malam dan subuh banyak dihabiskan di Musholla Darussalam (nama Langgar, kalau di desa saya), karena sering menginap di musholla. Pengalaman menakutkan saat suatu malam menonton pertunjukkan Wayang Golek bersama teman-teman, pulang Sholat Isya langsung pergi menonton. Kami lengkap dengan sarung dan kopiah masing-masing. Malam itu kami menikmati tontonan tersebut, tapi karena ngantuk sayapun tertidur diatas meja. Saya terbangun oleh paku yang terjatuh dari genggaman tangan, sayapun lupa darimana paku tersebut. Saat terbangun waktu itu sudah sekitar jam 3.00 pagi, melihat sekeliling kok teman-teman sudah tidak ada. Panik yang dirasakan saat itu, padahal lokasi tidak jauh dari rumah. Sayapun memutuskan pulang ke musholla, tapi saat mendekati rumah gede yang kosong dan ada pohon tinggi besar, terasa merinding. Sayapun mondari-mandir dari tempat nonton sampai rumah kosong itu. Tidak terpikir pulang kerumah karena takut dimarahi orang tua. Akhirnya diputuskan melewati rumah itu dan pohon tinggi besar itu dengan berlari sekencang-kencangnya. Setelah sampai di musholla teman-teman sudah tidur, saya pun langsung tidur dengan nafas terengah-engah.

Sayapun mengalami hal konyol di musholla. Satu saat saya tidur dimimbar imam, tapi saat bangun subuh sudah ada dekat pintu masuk. Sekali waktu juga pernah saya tidur, lalu mimpi buang air kecil di got yang bening, tapi pas saat berasa pipis terbangun, dan mendapati celana basah... wah ngompol dong (gumam dalam hati). Hal ini tidak hanya di musholla terjadinya, namun dirumah juga demikian. Entah kenapa saya mengompol sampai Kelas 5 SD dan entah kapan pula sembunya juga lupa.

Menurut cerita tetangga dan keluarga dirumah waktu mau disunat, saat itu saya mengamuk, sampai heboh tetangga dan orang rumah. Tapi yang saya ingat adalah saat ingin cepat kering dan sembuh setelah disunat, saya sering pergi mandi ke irigasi atau dikali yang ada air terjunnya, walau air terjun kecil. Disitulah saya membiarkan bekas disunat itu diguyur di air terjun tersebut. Alhamdulillah kering dan sembuh bekas sunatnya.

Hal yang sangat terkenang adalah saat kakek saya (almarhum) dan nenek, juga tante datang menghadiri Acara Khatam Qur'an yang diadakan dirumah. Saat itu rumah dihadiri jamaah musholla dan dipenuhi tetangga yang menyaksikan acara tersebut. Seingat saya kakek adalah orang yang dihormati oleh tetangga, baik di Jakarta atau di desa, makanya acara tersebut sangat meriah. Dimulai dengan saya membaca Juz'Ama dan dilanjutkan dengan membaca Barjanji (Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW) dan ditutup dengan Do'a oleh sang Guru, Pak Abdul Salam (almarhum), acara berjalan lancar. Tampak sumringah wajah kakek dan sekeluarga begitu acara selesai, termasuk saya. Jika melihat foto-foto saat acara tersebut, saya merasa bangga dan kangen suasana saat itu.

Ada satu kejadian yang tidak pula saya lupakan, berkaitan dengan belajar mengaji. Saat itu saya sangat menginginkan memiliki Mushaf Qu'ran sendiri, kebetulan pedagang buku dan Al Qur'an sedang harinya berdagang di pertigaan jalan raya (pengkolan kalau didesa menyebutnya). Sayapun tiba-tiba punya skenario dalam pikiran ini saat itu, saya jatuhkan uang yang dikasih Ibu karena kurang dan minta lagi buat nambahin (tapi saya pura-puranya duit yang tadi hilang). Saya nangis sejadi-jadinya karena takut telat dan mumpung tukang buku kelilingnya ada. Akhirnya setelah beberapa menit dikasih juga, sayapun mengambil uang yang tadi dijatuhkan dan digabung dengan uang yang baru dikasih, lupa berapa harga Al Qur'an waktu itu.

Sejarah Desa Kelahiran

 Desa Susukan Lebak

Saya dilahirkan dari keluarga sederhana yang berlokasi di Jawa Barat, Kota Cirebon, Kecamatan dan Desa Susukan Lebak. Desa Susukan Lebak menurut sejarahnya adalah desa yang sangat luas. Dulu saat penentuan batas desa di lakukan adu ilmu antara leluhur desa, wakil dari Desa Susukan Lebak adalah Eyang Sembung, sedangkan wakil dari desa lainnya saya lupa. Saat itu ditentukan dengan cara kedua Eyang tersebut menyelam di kedalaman kali, siapa yang paling kuat menyelam tanpa bantuan alat selam ( zaman dulu mana ada... ) maka dialah pemenangnya. Setelah beberapa menit kemudian Eyang dari desa lain muncul dan Eyang Sembung tetap tidak muncul, baru setelah beberapa menit kemudian dia muncul. Berdasarkan kesepakatan maka Eyang Sembunglah pemenangnya dan akhirnya batas Desa Susukan Lebak lebih luas dari desa tetangga, dan hal ini sudah dilaporkan kepada Pangeran Cirebon yang berkuasaa zaman itu dan disyahkan secara hukum oleh Beliau.

Batas desa sebelah Barat adalah Desa Moncongos, yang merupakan daerah sawah dan tegalan (bukit-bukit). Batas sebelah Utara adalah Desa Susukan Tonggoh (artinya Atas) dan Desa Leuwi Ding Ding. Batas sebelah Selatan adalah Desa Karang Mangu dan Desa Kali Gawe. Sedangkan batas sebelah Timur adalah Desa Curug (mayoritas tempat membakar bata merah).

Pada zaman awal adanya pemekaran wilayah, Desa Susukan Lebak melakukan pemekaran desa dan diberi nama Desa Susukan Agung. Desa Susukan Lebak ada disebelah Barat dan Desa Susukan Agung ada di sebelah Timurnya, batasnya adalah Balai Desa (Kantor Lurah). Namun ada satu rumah persis didepan Balai Desa itu adalah salah satu Tokoh Pejuang saat Perjuangan Kemerdekaan, yaitu Bpk H.Yusuf (almarhum), luas rumah tersebut sama luasnya dengan luas Balai Desa. Bapak H. Yusuf tersebut memilih dimasukkan ke wilayah Desa Susukan Agung. Padahal secara sejarah Beliau adalah dulunya Kepala Desa Susukan Lebak, hal ini seperti tertulis di Batu Prasasti di depan Taman Balai Desa di pinggir Jalan Raya Susukan Lebak.

Di sebelah Barat Balai Desa berdiri sebuah masjid yang tidak kalah punya nilai sejarah. Masjid tersebut dulu memanfaatkan sumber air yang jauh, karena zaman itu tidak ada yang namanya bor pompa (mesin air), yaitu membuat instalasi pipa dari Irigasi yang dialirkan ke masjid dan kebetulan dari irigasi jalanannya menurun menuju masjid tersebut. Sudah menjadi kepercayaan orang-orang baik dari desa itu sendiri atau bahkan desa-desa tetangga, bahkan sampai desa yang jauh, bahwa jika ada anak balita yang belum bisa jalan biasanya dibawa ke masjid tersebut dimandikan, lalu digendong oleh "marbot" atau penjaga masjid dan di tempelkan ke beduk masjid itu, dari mulai pala sampai kaki. Para Ibu yang membawa balitanya memberikan sedekah seikhlasnya kepada marbot tersebut. Mengenai bisa jalan atau tidak setelah proses itu, wallahu a'lam. Namanya di daerah manapun hal yang seperti ini, yang secara logika adalah mustahil, selalu ada yang percaya apapun hasil akhirnya seperti apa. Termasuk saat anak saya yang pertama juga mencobanya, kebetulan sedang ada di kampung, karena saat anak saya sudah berumur satu tahun belum juga bisa jalan, tapi hasilnya belum bisa jalan. Saat kembali ke Jakarta Alhamdulillah dia bisa jalan, ternyata memang hanya Allah SWT yang Maha Kuasa.

Sejak kecil tinggal di desa, saya senang keliling mengitari batas desa-daerah batas rumah penduduk-mengikuti jalan pinggiran rumah-rumah, alhasil saya lama kelamaan hafal batas RT/RW (kalau di desa Blok Manis dst). Saya tinggal di Blok Manis, dimana satu blok hampir merupakan saudara dekat secara hirarki kekeluargaan (mulai dari buyut sampai jadi besanan). Dulu saya adalah anak yang ceria dan sangat ramah, tidak introvert seperti sekarang. Sebenarnya ingin kembali seperti dulu tapi masih belum bisa.