Jumat, 10 Agustus 2012

Sejarah Kelahiran

Masa Kecilku 

Saya lahir pada Bulan Agustus tahun 1971, anak kedua dari 5 (lima) bersaudara. Kakak saya adalah perempuan yang lahir tahun 1969. Adik saya ada 3 (tiga), yang pertama adalah cowok dilahirkan tahun 1975, kedua juga cowok yang lahir tahun 1986, dan adik ketiga adalah cewek yang lahir tahun 1988 (kali, agak lupa).

Saat kecil dan masih sekolah tinggal di desa (kampung). Masa kecilku penuh keceriaan seperti halnya anak-anak kecil lainnya. Permainan yang dikuasai adalah main kelereng, layang-layang, dan sepak bola. Untuk alat permainan saya termasuk anak yang tidak manja, selalu memahami keadaan orang tua saat itu. Jika butuh alat permainan kadang saya berusaha sebisa mungkin untuk membuat sendiri, kecuali kelereng harus beli atau minta kepada teman. 

Kalau sudah musim panas, saat itulah tepat untuk bermain layang-layang dan biasanya didekat rumah, cari halaman agak lapang dan kadang juga pergi ke sawah. Hal paling seru dari bermain layang-layang adalah saat mengadu dengan orang lain atau mengejar layag-layang yang putus. Pernah saat mengadu layang-layang, waktu itu saya tidak punya benang gelasan. Hanya dengan modal benang kenur saya mengadu, pada seru saling tarik benang tidak ada yang putus, kebetulan layang-layang lawan ketarik oleh layang-layang saya. Saat itu saya  terlintas pikiran curang, maka saya putus layang-layang lawan dan diumpetin. Kadang juga saya hanya memegangi kaleng benang teman, saat tidak punya layang-layang. Pernah satu saat sedang memegangi kaleng benang teman dan sedang seru-serunya mengadu layang-layang. Saat itu posisi teman berdiri di tembok pinggir jalan raya dan saya berdiri tepat dibawahnya sibuk menggulung dan mengulur benang, secara reflek dan tidak sengaja teman menendang ke belakang... bug ! Perut saya pun ketendang ( aduh.... ! dalam hati ). Teman tanya "Sakit ya? dan saya jawab "Tidak!".  Kadang saya juga ikut mengejar layang-layang yang putus. Satu saat ada layang-layag putus dan terbang mengarah ke kolam tempat mandi, menyangkut di pohon pinggiran kolam. Sayapun langsung naik seperti kucing, namun setelah dekat dengan layang-layang, saya malah nengok ke teman sebelah yang ikut naik dan berhenti. Akhirnya teman yang berhasil memegang layang-layang tersebut. Kecewa juga saat itu, kenapa tidak langsung mengambilnya. Banyak hal dan kejadian menyenangkan, menyakitkan dan mengecewakan lainnya saat bermain layang-layang.

Bermain sepak bola juga sangat disukai, hampir tiap pulang sekolah selalu bermain bola. Lapangan sepak bola yang ada, yang resmi, memang cukup jauh dari rumah. Saya bermain sepak bola biasanya di tanah kebon bambu yang cukup luas di sebelah Utara, Desa Susukan Tonggoh di daerah yang bernama Cangkowek. Disitu tempat bermain yang cukup antri, karena biasanya dari Desa Susukan Tonggoh Sendiri yang dekat dari situ datang bermain sepak bola juga. Termasuk saya dan teman datang bermain disitu. Kadang kami mengadakan tanding, sparing partner, baik yang Team Anak-anak atau Team Dewasanya. Biasanya pulang dari bermain sepak bola suka mampir ke sumur untuk minum, dari satu ember timba itu kami minum gantian atau sekalian mengguyung kepala biar segar. Betapa bening dan nikmat air yang ada saat itu, berbeda dengan sekarang sudah tidak ada lagi air sumur yang bisa langsung diminum. Sungguh merubah segalanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan zaman ini, karena tidak hanya di kota yang merasakan akibatnya, tapi di desa juga ikut merasakan dampak yang merugikan kehidupan.

Lapangan sepak bola yang ada cukup jauh dari rumah. Walaupun demikian, sayapun akhirnya merasakan bermain di sana saat diajak latihan oleh teman, namun apa yang terjadi, kaki saya terinjak oleh teman yang pakai sepatu bola. Betapa sakitnya terasa kaki ini, sayapun berfikir bagaimana kalau saya cacat tidak bisa jalan normal dan tidak bisa bermain sepak bola lagi. Saat itu kaki terlihat bengkak dan terasa sangat sakit saat mencoba untuk berjalan. Pernah juga saat berlatih jadi penjaga gawang, jari tempol tangan kanan terkena bola menjadi bengkak, karena salah tangkap. 

Sesekali desa saya mengadakan pertandingan persahabatan sepak bola dengan desa sekitar atau desa yang jauh. Mungkin perkelahian dalam pertandingan sepak bola sudah terjadi sejak zaman dulu, karena saat desa saya mengadakan pertandingan persahabatan pun terjadi keributan. Saat itu ada pemain dari desa saya jatuh dan mau diinjak dadanya oleh lawan, entah apa yang terjadi sebelumnya, dan akhirnya terjadilah keributan yang hampir menjurus perkelahian massal.

Lapangan sepak bola didesa itu pernah menjadi tempat mendaratnya helikopter, saat itu ada kunjungan dari Gubernur Jawa Barat. Betapa hebohnya saat itu karena yang namanya penduduk desa jarang melihat helikopter atau pesawat terbang dari dekat. Penduduk berkumpul dipinggiran lapangan sepak bola menunggu Bapak Gubernur datang dengan helikopternya, termasuk saya ikut hadir. Tapi moment yang paling menggemberikan kami, warga desa, adalah saat ada pemutaran film layar tancap di lapangan sepak bola. Biasanya beberapa bulan sekali ada satu produk yang mempromosikannya dengan mengadakan nonton bareng layar tancap disana. Film yang paling sering diputar adalah film H.Rhoma Irama, si Pitung, si Ayub, Barry Prima, Malam Jum'at Kliwon, dan yang lainnya. Penduduk berbondong dari desa sekitar juga ikut hadir, juga ikut diramaikan oleh para penjaga makanan dan mainan (saat itulah dagangan mereka laku habis).

Bermain kelereng atau gundu adalah saya sangat sukai juga. Kadang teman ada yang menolak kalau saya ikut bermain, karena mereka takut kalah. Entah gimana saya punya feeling dan keyakinan kuat bisa mengenai kelereng teman dimanapun dan dengan posisi bagaimanapun. Kadang juga saya hanya menjadi penonton saja saat tidak punya modal kelereng.

Saat masih SD saat malam dan subuh banyak dihabiskan di Musholla Darussalam (nama Langgar, kalau di desa saya), karena sering menginap di musholla. Pengalaman menakutkan saat suatu malam menonton pertunjukkan Wayang Golek bersama teman-teman, pulang Sholat Isya langsung pergi menonton. Kami lengkap dengan sarung dan kopiah masing-masing. Malam itu kami menikmati tontonan tersebut, tapi karena ngantuk sayapun tertidur diatas meja. Saya terbangun oleh paku yang terjatuh dari genggaman tangan, sayapun lupa darimana paku tersebut. Saat terbangun waktu itu sudah sekitar jam 3.00 pagi, melihat sekeliling kok teman-teman sudah tidak ada. Panik yang dirasakan saat itu, padahal lokasi tidak jauh dari rumah. Sayapun memutuskan pulang ke musholla, tapi saat mendekati rumah gede yang kosong dan ada pohon tinggi besar, terasa merinding. Sayapun mondari-mandir dari tempat nonton sampai rumah kosong itu. Tidak terpikir pulang kerumah karena takut dimarahi orang tua. Akhirnya diputuskan melewati rumah itu dan pohon tinggi besar itu dengan berlari sekencang-kencangnya. Setelah sampai di musholla teman-teman sudah tidur, saya pun langsung tidur dengan nafas terengah-engah.

Sayapun mengalami hal konyol di musholla. Satu saat saya tidur dimimbar imam, tapi saat bangun subuh sudah ada dekat pintu masuk. Sekali waktu juga pernah saya tidur, lalu mimpi buang air kecil di got yang bening, tapi pas saat berasa pipis terbangun, dan mendapati celana basah... wah ngompol dong (gumam dalam hati). Hal ini tidak hanya di musholla terjadinya, namun dirumah juga demikian. Entah kenapa saya mengompol sampai Kelas 5 SD dan entah kapan pula sembunya juga lupa.

Menurut cerita tetangga dan keluarga dirumah waktu mau disunat, saat itu saya mengamuk, sampai heboh tetangga dan orang rumah. Tapi yang saya ingat adalah saat ingin cepat kering dan sembuh setelah disunat, saya sering pergi mandi ke irigasi atau dikali yang ada air terjunnya, walau air terjun kecil. Disitulah saya membiarkan bekas disunat itu diguyur di air terjun tersebut. Alhamdulillah kering dan sembuh bekas sunatnya.

Hal yang sangat terkenang adalah saat kakek saya (almarhum) dan nenek, juga tante datang menghadiri Acara Khatam Qur'an yang diadakan dirumah. Saat itu rumah dihadiri jamaah musholla dan dipenuhi tetangga yang menyaksikan acara tersebut. Seingat saya kakek adalah orang yang dihormati oleh tetangga, baik di Jakarta atau di desa, makanya acara tersebut sangat meriah. Dimulai dengan saya membaca Juz'Ama dan dilanjutkan dengan membaca Barjanji (Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW) dan ditutup dengan Do'a oleh sang Guru, Pak Abdul Salam (almarhum), acara berjalan lancar. Tampak sumringah wajah kakek dan sekeluarga begitu acara selesai, termasuk saya. Jika melihat foto-foto saat acara tersebut, saya merasa bangga dan kangen suasana saat itu.

Ada satu kejadian yang tidak pula saya lupakan, berkaitan dengan belajar mengaji. Saat itu saya sangat menginginkan memiliki Mushaf Qu'ran sendiri, kebetulan pedagang buku dan Al Qur'an sedang harinya berdagang di pertigaan jalan raya (pengkolan kalau didesa menyebutnya). Sayapun tiba-tiba punya skenario dalam pikiran ini saat itu, saya jatuhkan uang yang dikasih Ibu karena kurang dan minta lagi buat nambahin (tapi saya pura-puranya duit yang tadi hilang). Saya nangis sejadi-jadinya karena takut telat dan mumpung tukang buku kelilingnya ada. Akhirnya setelah beberapa menit dikasih juga, sayapun mengambil uang yang tadi dijatuhkan dan digabung dengan uang yang baru dikasih, lupa berapa harga Al Qur'an waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar